HANOMAN

HANOMAN





Alkisah Hiduplah seorang Raksasha bernama Ravana. Raksasha itu menjadi sangat sakti karena ia keturunan raja dari para Raksasha dan seorang Rishi yang suci. Bersama saudara-saudaranya dan anak-anaknya ia membuat sebuah kerajaan yang kuat, dan siap melebarkan sayap kerajaannya. Tetapi kekuatan bala pasukannya masih kalah kuat dengan kekuatan Kartavira Arjuna (Arjuna Sasrabhawu), raja dari para manusia yang dikenal sebagai avatara Vishnu bertangan seribu. Selama ada Kartavira Arjuna, Ravana tidak bisa berbuat apa-apa.Tetapi peruntungan segera beralih. Kartavira yang ditakuti akhirnya tewas terbunuh oleh Parashu Rama yang notabenenya juga Avatara Vishnu. Maka kini Ravana leluasa melebarkan sayap kerajaannya bahkan hingga menyerang kerajaan para dewa!

Kocar-kacir dikalahkan telak oleh para raksasha, para dewa lari ke hadapan Sri Vishnu, memohon agar membantu mereka membinasakan Ravana. Vishnu bersedia membantu, asalkan Siwa juga mau membantunya, karena Ravana adalah seorang pemuja Siwa. Maka Siwa pun juga bersedia menurun ke dunia membantu penjelmaan Vishnu di dunia.

Nah, dari sinilah sebenarnya Ramayana dimulai. Begitu juga dengan kelahiran Hanoman bagi sebagian orang. Tetapi apakah benar demikian? Sebelum itu, di suatu tempat yang lain, seorang wanita berwujud seekor kera melakukan tapa brata dengan sangat tekun. Dia terus memuja Siwa. Setelah sekian lama, Siwa pun berkenan menunjukkan wujudnya di depan si wanita.“Aku sangat senang dengan tapasya mu. Aku akan memberkatimu. Katakanlah apa keinginanmu devi?” Dengan spontan si wanita menjawab, “Hamba ingin agar Engkau menjadi anak hamba.” “Maka jadilah demikian”.

Alkisah diutuslah dewa Vayu untuk terbang membawa api suci untuk dimasukkan ke rahim si wanita. Maka terbanglah Dewa Vayu membawa api itu dan memasukkannya ke rahim si wanita. Maka sesaat kemudian si wanita yang bernama Dewi Anjani, menjadi hamil. Beberapa bulan kemudian, pada purnama di bulan Chaitra (Sekitar pertengan Maret), lahirlah bayi seekor kera putih.

Konon pada saat si bayi lahir, bumi berguncang dengan dahsyatnya. Batu tempat si ibu melahirkan anaknya terbelah menjadi dua. Pada saat si bayi lahir, bayi itu sudah bisa bicara, ia terus berkata, “Lapar… lapar… lapar….” “Devi, engkaukah ibuku? Katakanlah, dimana aku bisa memperoleh makanan ibu?” Dijawab oleh Dewi Anjani, “Carilah buah-buahan yang berwarna merah menyala di sebelah timur” Dengan segera si bayi yang masih ‘merah’ itu terbang ke arah timur. Saat itu hari masih pagi, matahari masih rendah di ufuk timur. Matahari pagi itu terlihat merah menyala di mata si bayi, maka menurutnya itulah buah yang dimagsud ibunya. Segera ia terbang ke luar angkasa. Sesampainya di luar angkasa, terlihat olehnya buah merah itu begitu besarnya. Tetapi mulut si bayi ternyata bisa terbuka lebih besar dari buah itu. Maka buah itu, matahari kita, dapat tertelan dengan mudahnya! Apakah ini mungkin?

Selagi si bayi menelan matahari, tata surya kita menjadi gelap. Planet-planet kehilangan orbitnya. Melihat kejadian itu, Dewa Indra pun menjadi marah. Dilihatnya penyebabnya adalah seekor kera raksasa. Segera ia terbang dengan gajahnya, dan menembakkan Vajra pada mulut si bayi. Serangan itu melukai dagu sasaran. Karena kaget, akhirnya matahari yang sedang ditelan pun akhirnya termuntahkan. Matahari kembali bersinar. Kestabilan tata surya kembali terjaga. Tetapi Indra belum puas, ia ingin menghabisi pembuat onar itu. Hal itu segera dicegah oleh Dewa Surya sendiri. “Jangan kau lukai bayi ini Dewa Indra.” “Kenapa kau melindunginya? Bukankah dia baru saja menelanmu?”
Dewa Surya lalu menjelaskan, “Hal ini sebenarnya adalah untuk menunjukkan sebenarnya beliaulah Siwa. Sesungguhnya matahari, dan beserta seluruh alam semesta ini memang sudah ada di dalam perut Siwa. Jadi siapa lagi yang bisa menelan matahari selain Siwa?”

Mendengar penjelasan penjelasan Dewa Surya, Dewa Indra akhirnya menyadari. Maka dia lalu menghaturkan sembah. Singkat cerita, bayi itu pun kembali pada ibunya dan menceritakan pengalamannya itu. Dan karena dagunya terluka terkena Vajra, maka dikenallah bayi itu dengan nama Hanoman. Yang artinya kira-kira ‘dagu yang terluka’.

Dari sini kita kemudian tahu, Hanoman mengabdi pada raja Vali (Subali) dan Sugriva, kemudian menjadi pelayan Rama yang setia, mengalahkan para raksasha dan membebaskan Sita.

HANOMAN DALAM PEWAYANGAN JAWA

Hanoman dalam pewayangan Jawa merupakan putera Bhatara Guru yang menjadi murid dan anak angkat Bhatara Bayu. Hanoman sendiri merupakan tokoh lintas generasi sejak zaman Rama sampai zaman Jayabaya. 

Kelahiran
Anjani adalah puteri sulung Resi Gotama yang terkena kutukan sehingga berwajah kera. Atas perintah ayahnya, ia pun bertapa telanjang di telaga Madirda. Suatu ketika, Batara Guru dan Batara Narada terbang melintasi angkasa. Saat melihat Anjani, Batara Guru terkesima sampai mengeluarkan air mani. Raja para dewa pewayangan itu pun mengusapnya dengan daun asam (Bahasa Jawa: Sinom) lalu dibuangnya ke telaga. Daun sinom itu jatuh di pangkuan Anjani. Ia pun memungut dan memakannya sehingga mengandung. Ketika tiba saatnya melahirkan, Anjani dibantu para bidadari kiriman Batara Guru. Ia melahirkan seekor bayi kera berbulu putih, sedangkan dirinya sendiri kembali berwajah cantik dan dibawa ke kahyangan sebagai bidadari. 

Mengabdi pada Sugriwa
Bayi berwujud kera putih yang merupakan putera Anjani diambil oleh Batara Bayu lalu diangkat sebagai anak. Setelah pendidikannya selesai, Hanoman kembali ke dunia dan mengabdi pada pamannya, yaitu Sugriwa, raja kera Gua Kiskenda. Saat itu, Sugriwa baru saja dikalahkan oleh kakaknya, yaitu Subali, paman Hanoman lainnya. Hanoman berhasil bertemu Rama dan Laksmana, sepasang pangeran dari Ayodhya yang sedang menjalani pembuangan. Keduanya kemudian bekerja sama dengan Sugriwa untuk mengalahkan Subali, dan bersama menyerang negeri Alengka membebaskan Sita, istri Rama yang diculik Rahwana murid Subali. 

Melawan Alengka 

Pertama-tama Hanoman menyusup ke istana Alengka untuk menyelidiki kekuatan Rahwana dan menyaksikan keadaan Sita. Di sana ia membuat kekacauan sehingga tertangkap dan dihukum bakar. Sebaliknya, Hanoman justru berhasil membakar sebagian ibu kota Alengka. Peristiwa tersebut terkenal dengan sebutan Hanoman Obong. Setelah Hanoman kembali ke tempat Rama, pasukan kera pun berangkat menyerbu Alengka. Hanoman tampil sebagai pahlawan yang banyak membunuh pasukan Alengka, misalnya Surpanaka (Sarpakenaka) adik Rahwana. 

Tugas untuk Hanoman
Dalam pertempuran terakhir antara Rama kewalahan menandingi Rahwana yang memiliki Aji Pancasunya, yaitu kemampuan untuk hidup abadi. Setiap kali senjata Rama menewaskan Rahwana, seketika itu pula Rahwana bangkit kembali. Wibisana, adik Rahwana yang memihak Rama segera meminta Hanoman untuk membantu. Hanoman pun mengangkat Gunung Ungrungan untuk ditimpakan di atas mayat Rahwana ketika Rahwana baru saja tewas di tangan Rama untuk kesekian kalinya. Melihat kelancangan Hanoman, Rama pun menghukumnya agar menjaga kuburan Rahwana. Rama yakin kalau Rahwana masih hidup di bawah gencetan gunung tersebut, dan setiap saat bisa melepaskan roh untuk membuat kekacauan di dunia.

Beberapa tahun kemudian setelah Rama meninggal, roh Rahwana meloloskan diri dari Gunung Ungrungan lalu pergi ke Pulau Jawa untuk mencari reinkarnasi Sita, yaitu Subadra adik Kresna. Kresna sendiri adalah reinkarnasi Rama. Hanoman mengejar dan bertemu Bima, adiknya sesama putera angkat Bayu. Hanoman kemudian mengabdi kepada Kresna. Ia juga berhasil menangkap roh Rahwana dan mengurungnya di Gunung Kendalisada. Di gunung itu Hanoman bertindak sebagai pertapa. 

Anggota Keluarga
Berbeda dengan versi aslinya, Hanoman dalam pewayangan memiliki dua orang anak. Yang pertama bernama Trigangga yang berwujud kera putih mirip dirinya. Konon, sewaktu pulang dari membakar Alengka, Hanoman terbayang-bayang wajah Trijata, puteri Wibisana yang menjaga Sita. Di atas lautan, air mani Hanoman jatuh dan menyebabkan air laut mendidih. Tanpa sepengetahuannya, Baruna mencipta buih tersebut menjadi Trigangga. Trigangga langsung dewasa dan berjumpa dengan Bukbis, putera Rahwana. Keduanya bersahabat dan memihak Alengka melawan Rama. Dalam perang tersebut Trigangga berhasil menculik Rama dan Laksmana namun dikejar oleh Hanoman. Narada turun melerai dan menjelaskan hubungan darah di antara kedua kera putih tersebut. Akhirnya, Trigangga pun berbalik melawan Rahwana. Putera kedua Hanoman bernama Purwaganti, yang baru muncul pada zaman Pandawa. Ia berjasa menemukan kembali pusaka Yudistira yang hilang bernama Kalimasada. Purwaganti ini lahir dari seorang puteri pendeta yang dinikahi Hanoman, bernama Purwati. 

Kematian
Hanoman berusia sangat panjang sampai bosan hidup. Narada turun mengabulkan permohonannya, yaitu "ingin mati", asalkan ia bisa menyelesaikan tugas terakhir, yaitu merukunkan keturunan keenam Arjuna yang sedang terlibat perang saudara. Hanoman pun menyamar dengan nama Resi Mayangkara dan berhasil menikahkan Astradarma, putera Sariwahana, dengan Pramesti, puteri Jayabaya. Antara keluarga Sariwahana dengan Jayabaya terlibat pertikaian meskipun mereka sama-sama keturunan Arjuna. Hanoman kemudian tampil menghadapi musuh Jayabaya yang bernama Yaksadewa, raja Selahuma. Dalam perang itu, Hanoman gugur, moksa bersama raganya, sedangkan Yaksadewa kembali ke wujud asalnya, yaitu Batara Kala, sang dewa kematian. ada versi lain khususnya di jawa bahwa Hanoman tidak mati dalam dalam berperang namun dia moksa setelah bertemu Sunan Kalijaga dan menanyakan arti yang terkandung dari jimat kalimasada karena dulu Hanoman berjanji tidak akan mau mati sebelum mengetahui arti dari tulisan yang terkandung di dalam jimat kalimasada.


Alasan Saya memilih Hanoman sebagai tokoh pewayangan favorit karena dia sosok yang sangat kuat dan setia terhadap temannya.

Sumber : https://ramayanaballetperformance.wordpress.com/2012/10/19/asal-usul-kisah-kelahiran-hanoman-dalam-agama-hindu/ dan https://id.wikipedia.org/wiki/Hanoman dengan beberapa pengubahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS BAHASA INGGRIS BISNIS 2

SEJARAH PERKEMBANGAN SOFTWARE DAN HARDWARE

FENOMENA MASUKNYA BUDAYA ASING KE INDONESIA