Tubagus
Muslihat, Itulah nama asli dari sang Pahlawan. Dari namanya terlihat
jelas kalau beliau merupakan keturunan seorang ningrat, Tubagus
merupakan gelar bagi warga ningrat di wilayah Banten seperti halnya
"Raden" di tatar sunda ataupun jawa. Muslihat
lahir di Pandeglang-Banten pada Senin tanggal 26 oktober 1926,
bertepatan dengan terjadinya aksi pemogokan buruh komunis yang saat itu
tengah gencar-gencarnya melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan
Hindia Belanda. Beliau sempat sekolah di HIS Rangkasbitung, namun
setelah kelas 3 pindah dan melanjutkan sekolah ke Jakarta mengikuti
orangtuanya dan pendidikannya dilanjutkan di sekolah MULO sampai lulus
pada tahun 1940.
Setelah lulus sekolah, Muslihat memilih bekerja di Balai Penelitian Kehutanan (BOSBOW Proefstasiun) yang berlokasi di Gunung Batu Bogor.
Namun belum genap satu bulan ia bekerja di Balai Penelitian Kehutanan, tersebut meletuslah perang Pacific, yang mana dalam perang tersebut Belanda kalah dan pada akhirnya menyerah kepada Jepang.
Tahun 1942
Bogor dikuasai oleh Jepang, Tb Muslihat berpindah kerja ke Rumah Sakit
yang berada di Kedung Halang Bogor waktu itu, dan menjadi seorang juru
rawat, tetapi tidak lama kemudian Beliau pindah lagi ke jawatan
kehutanan.
Situasi Kota
Bogor dibawah kepemimpinan Dai Nippon tidak lebih baik dari
Pemerintahan Jepang dikenal dengan pemerintahan militer, segala
kebijakan diserahkan kepada pucuk pimpinan angkatan perang di daerah
kekuasannya masing-masing, garis kebijakan dibicarakan langsung dengan
Markas Besar Angkatan perang, sedangkan pelaksanaan dari kebijakan
tersebut sepenuhnya berada ditangan mentri pertahanan dan para Panglima
Daerah pendudukannya masing-masing, hal semacam ini sudah merupakan
watak dari penjajah.
Seiring
dengan didirikannya tentara pembela tanah air PETA pada bulan oktober
Tb Muslihat meninggalkan pekerjaannya, ia mendaftarkan diri menjadi
tentara sukarelawan Pembela Tanah Air PETA, setelah melalui beberapa
test, Tubagus Muslihat berhasil lulus dan diterima sebagai tentara PETA
dengan pangkat, ia dimasukan kedalam kategori pemuda-pemuda cakap dan
berani, emudian dipilih menjadi Shudanco (komandan Seksi atau peleton)
bersamaan dengan Ibrahin Ajie, M Ishak Juarsa, Rahmat Padma, Tarmat,
Suwardi, Abu Usman,Rojak dan Bustami.
Dua tahun
kemudian, tepatnya tanggal 14 Agustus 1945 - seperti kita ketahui - Kota
Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh pasukan sekutu pimpinan Amerika
Serikat.
Jepang langsung bertekuk lutut, menyerah tanpa syarat begitu juga tentara Jepang yang ada di Indonesia, termasuk yang berada di Bogor.
Akibatnya
sangat berpengaruh terhadap keberadaan PETA, seluruh anggota PETA yang
ada di asrama langsung dibubarkan oleh tentara Jepang. Mereka
diperbolehkan pergi asal tidak membawa serta senjata. Namun ada beberapa yang berhasil menyelundupkan senjata dan samurai diantaranya Shudanco Muslihat.
Dengan modal
senjata itulah Shudanco Muslihat dan kawan-kawan meneruskan perjuangan
dan bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bekerjasama dengan
organisasi API, AMRI, KRIS dab PESINDO, disamping tugas mereka menjaga
keamanan didalam kota, gerakan yang mereka lakukan pun berusaha
mengumpulkan dan merebut senjata dari tangan Jepang. Perjuangan
mereka berikutnya lebih luas lagi dengan merebut kantor-kantor yang di
duduki tentara Jepang hingga menjadi milik Republik Indonesia. Karena
Kapten Muslihat sangat dikenal sebagai seorang komandan yang tegas, maka
perintahnyapun selalu dikuti oleh seluruh anak buahnya.
Mereka berhasil merebut kantor-kantor yang dikuasai Jepang agar kembali menjadi milik republik.
Pada tahun
yang sama 1945. secara de jure dan de facto pemerintahan Republik
Indonesia resmi didirikan di kota Bogor, pada saat itu BKR dibubarkan
dan dirubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) oleh Jendral Urip Sumohardjo sedangkan Tubagus Muslihat diangkat
menjadi kapten dan ditugaskan menjadi komandan Kompi II Batalion II
TKR.
Pada bulan
Oktober 1945, situasi kota Bogor sangat genting, tentara Inggris dan
Gurkha memasuki daerah Bogor, ditunggangi oleh tentara NICA, pertama
kali yang mereka datangi adalah tengsi Batalyon XVI bekas tentara jepang
yang memang sudah di kosongkan, merasa sudah
kuat, tentara Inggris dan Gurkha melebarkan kekuasaannya dengan
menduduki Kota Paris, tempat nyonya-nyonya dan anak-anak Belanda
(RAOPWI) dikumpulkan. Dalam waktu singkat dan tanpa melalui proses
peperangan Kota Paris dapat direbut dengan mudah oleh tentara Inggris
dan dijadikan wilayahnya,
Keadaan di dalam kota Bogor saai itu
semakin kacau, tentara Inggris ternyata lebih sombong daripada Belanda,
mereka mencoba merebut Istana yang waktu itu dijaga ketat oleh
pemuda-pemuda Bogor. Dalam situasi yang cukup panas itu, perundingan
antara pembesar kota Bogor dan Inggris segera dilakukan, tetapi
perundingan itu gagal, tentara Inggris berhasil memasuki istana Bogor.
dengan berat hati pejuang-pejuang Bogor meninggalkan Istana.
6 Desember
1945 seluruh masyarakat Bogor mengadakan pemberontakan, kendati hanya
bersenjatakan bambu runcing, golok, pedang dan persenjataan alakadarnya,
akan tetapi peperangan berlangsung sengit dan menggetarkan, terutama
disekitar Istana Bogor dan Kota Paris.
Ditengah
situasi Kota Bogor yang kian memanas dan berbau maut itu, Kapten
Muslihat bersama pasukannya melakukan penyerangan kemarkas-markas yang
diduduki tentara Inggris dan Gurkha, padahal waktu itu istri kapten
Muslihat dalam keadaan mengandung, makanya setiap kali akan melakukan
peperangan kapten yang berusia relatif muda itu selalu berpesan kepada
istrinya supaya ia dapat menjaga sijabang bayi, bahkan untuk menghibur
dan menenagkan hati istrinya kapten muslihat sering berkata apabila
kelak anaknya lahir akan ia beri nama "Merdeka".
25 Desember
1945 Kapten Muslihat dan pasukannya menyerang tentara Inggris dan Gurkha
yang menduduki kantor polisi berada di Jalan Banten (kini Jalan Kapten
Muslihat). Kontak senjata tak bisa dihindari. Pertahanan musuh sangat
rapat.
Dengan
Gagah dan berani Kapten Muslihat keluar dari lokasi persembunyiannya dan
melakukan penyerangan secara terbuka. Perang terbuka ini berhasil
melumpuhkan beberapa serdadu Inggris dan sekutu, Namun tak ayal sebuah peluru panas dari musuh berhasil menembus bagian perut sang kapten, darahpun
mengucur deras dari perutnya. Namun hal tersebut tidak mematahkan
semangatnya, ia bukanlah pejuang amatiran, dirinya sudah bertekad untuk
berjihad meski nyawa menjadi taruhan. Sang kapten seperti banteng
terluka, terus menyerang musuh-musuhnya. Ia sudah tidak mempedulikan
lagi berapa peluru musuh yang sudah bersarang ditubuhnya.
Siapapun
yang melihat peristiwa tersebut, pastilah akan terharu melihat
perjuangan Sang Kapten. Gustiman ( sang adik yang ikut berperang )
mencoba menolong kakaknya yang sedang berjuang, namun sang kapten
memerintahkan agar segera menyingkir agar tidak banyak korban yang
berjatuhan.
Sampai
akhirnya sebuah peluru tajam dari pasukan sekutu menerjang bagian
pinggangnya hingga membuat sang kapten langsung jatuh tersungkur. Darah
mengucur dari seluruh tubuhnya, membasahi kaus yang semula berwarna
putih bersih menjadi merah oleh darah. Lokasi dimana Sang Kapten
terjatuh ini berada tidak jauh dari patung yang didirikan pada saat ini (
Taman Topi ).
Sekalipun
sangat sulit untuk menarik tubuh kapten Muslihat dari arena pertempuran
karena terus menerus dihujani peluru, tapi berkat kesigapan PMI dan
pasukan yang dipimpinnya, akhirnya tubuh kapten muslihat berhasil juga
ditarik keluar dari arena pertempuran dan diboyong kerumahnya yang
terletak di Panaragan.. Namun kondisi lukanya yang cukup parah serta
ketersediaan peralatan medis yang kurang memadai waktu itu, membuat
kondisi sang Kapten perlahan melemah dan semakin mendekati ajalnya
akibat kehabisan darah dari luka yang dideritanya.
Pesan
terakhir yang sempat diwasiatkan kepada isterinya adalah beliau meminta
agar semua tabungan yang dimilikinya diberikan seluruhnya kepada fakir
miskin. Dan kepada teman dan anak buahnya yang saat itu mendampinginya
ia memberikan pesan agar mereka terus berjuang hingga titik darah
penghabisan.
“urang pasti meunang, jeung Indonesia bakalan merdeka” ucapnya lirih. “Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar.”
Meninggalnya Kapten Muslihat juga disaksikan oleh Dr. Marzoeki Mahdi— yang sekarang namanya diabadikan menjadi salah satu nama rumah sakit di kawasan Cilendek -.
Setelah
mengucapkan takbir “Allahu Akbar” tiga kali, dan dalam keadaan tenang,
khusnul khotimah, dan pasrah, Kapten Tubagus Muslihat akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya dan pada keesokan
harinya jasadnya dikuburkan dalam situasi perang yang masih berkecamuk
di sekitar Bogor dengan meninggalakan seorang Istri yang sedang
mengandung anaknya.
Alasan Saya memfavoritkan Kapten Muslihat karena dia adalah salah satu pejuang yang melindungi daerah Bogor. Dengan gagah berani, dia mengusir para penjajah yang ingin menguasai daerah Bogor.
Sumber: http://www.bogorheritage.net/2013/04/sejarah-perjuangan-kapten-tubagus.html
Komentar
Posting Komentar